Dalam rangka kegiatan SFF, sebagai volunteer saya harus siap in charge ke beberapa venue yang telah ditetapkan jadwalnya. Saat itu, saya berdua dengan teman mendapat tugas ke salah satu Universitas Swasta di daerah Serpong,Tangerang. Bermodalkan nekat dan sama-sama gak tau jalan, dengan menggunakan kendaraan pribadi kami pun berhasil menuju kampus yang letaknya jauh tersebut dengan selamat tanpa nyasar hehe..
Namun, masalah justru terjadi pada saat kembali menuju kampus. Untuk pertama kalinya sejak saya menyetir mobil dan mendapat SIM resmi empat tahun yang lalu, saya kena TILANG! Saya ditilang di daerah Jakarta Barat, di perempatan lampu merah. Polisi mengatakan bahwa saya seharusnya mengambil jalur kanan terlebih dahulu dan tidak boleh langsung lurus. Jujur saja, saya memang awam daerah Jakarta Barat karena biasanya berkutat di daerah Jakarta Selatan. Namun, ada beberapa mobil yang sama kejadiannya dengan saya yaitu langsung ambil jalan lurus dari lampu merah tapi dibiarkan saja, apa karena plat mobil saya F ? biasanya plat mobil luarkota lebih gampang dicari-cari kesalahannya (*no offense)
Polisi yang menilang, sedikit memaksa saya untuk memilih damai ditempat, dan dia bersedia membantu mewakilkan. Tawaran yang menggiurkan memang urusan bisa langsung selesai pada saat itu juga, dan kebanyakan orang yang ditilang pasti lebih memilih damai ditempat karena merasa repot mengurusnya dan memakan waktu. Namun, saya justru penasaran bagaimana proses sidang tilang, saya pun mendapat slip merah bukti pelanggaran lalu lintas dan sidang akan berlangsung dua minggu setelah penilangan, sidang tilang saya dilaksanakan tepat pada Hari Anti Korupsi yaitu pada tanggal 09 Desember 2011..
2 minggu kemudian, saya ditemani oleh Ivon pergi ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang berlokasi di Jl. Let.Jend. S Parman Kav.71 Slipi, Jakarta Barat. Sesampai disana, baru saja keluar dari mobil kami langsung diserbu oleh beberapa calo, yang menawarkan jasa pengurusan sidang tilang pengambilan SIM. Beberapa tarif yang ditawarkan para calo pun berbeda-beda, mulai dari 80 sampai150 ribu untuk pengambilan SIM A, tawaran langsung memperoleh SIM dengan cepat tanpa antri memang menggiurkan tapi saya memilih untuk mengurusnya sendiri, walaupun mungkin dengan waktu yang lebih lama tapi biaya tersebut sah dari pengadilan.
Saya pun segera menyerahkan slip merah dan langsung antri mengambil nomor urut sidang di ruangan yang sudah ditentukan. Kemudian, menuju ke ruangan tempat sidang, tunggu sebentar sampai nomor urut saya dipanggil, duduk tenang di hadapan pak Hakim yang membacakan nominal tilang saya sebesar 70 ribu, setelah itu saya diantar ke ruang pembayaran tilang.
*Saran saya datanglah ke tempat pengadilan lebih awal, supaya tidak
terlalu mengantri dan biasanya pengambilan tilangan di pengadilan itu
setiap hari Jumat dimana waktunya lebih sedikit.
Anehnya, saat saya hendak membayar, bapak bagian kasir ini mengatakan nominal tilang saya sebesar 75 ribu. Entah disengaja atau tidak, jika disengaja ini sudah merupakan bentuk korupsi walau perbedaannya nominalnya sedikit tapi bayangkan jika terjadi pada banyak orang. Saya pun mengatakan bahwa tadi di kursi pengadilan saya mendengar dengan jelas sekali nominalnya bukan 75 ribu tapi 70 ribu. Bapak itu pun cuma bilang "ya sudah 70 ribu saja" sambil menyerahkan SIM A saya.
Hari ini padahal tepat diperingatinya Hari Anti Korupsi namun tampaknya, korupsi baik jumlah kecil maupun besar masih merajalela dimana-mana. Para calo di Pengadilan Negeri pun dibiarkan melakukan aksinya..
Banyak pengalaman dan pelajaran yang saya ambil dari kejadian tilang ini, semoga kejadian ini tidak terulang lagi..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar